ZAINAL MASRI
Dra.
Fadriati, M.Ag
H. Fanhayus,
S.Ag, M.Ag
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAHSEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
BATUSANGKAR
2012
MENDESKRIPSIKAN AYAT-AYAT TENTANG IBADAH
A.
Pendahuluan
Salah satu sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur`an, untuk
mengetahui bahwa Islam sebagai Agama yang diridhai oleh Allah maka harus
mempelajari al-Qur`an tersebut secara baik dan benar, baik dari segi cara
membacanya sampai kepada isi kandungan dalam Al-Qur`an itu sendiri. Dalam hal
ini ada beberapa Hadits Rasullah di antaranya HR. Bukhari Dari
Usman bin 'Affan ra. telah berkata: Rasulullah saw. bersabda, "Sebaik-baik
manusia di antara kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur'an dan
mengajarkannya". Dalam hadits lainnya Dari Ibnu Mas'ud ra. ia berkata: Barangsiapa membaca
satu huruf dari Al Qur'an maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan sama
dengan sepuluh pahala, aku tidak bermaksud 'Alif, Laam, Miim' satu huruf,
melainkan Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf. (Riwayat Ad
Darami dan Tirmizi, beliau berkata hadits ini hasan sahih)
Maka dalam makalah ini kami
akan membahas tentang:
1. Membaca secara tartil, mengartikan, memahami serta
menghafal QS. Al- Hujurat ayat 6 tentang informasi
2. Membaca secara tartil, mengartikan dan memahami
isi kandungan QS. Ad-Dhuhaa ayat 1-11 tentang fadhilah shalat dhuha.
3. Menghafal QS, Ad-Dhuhaa ayat 1-11 serta menulis
khat naskhi tentang fadhilah shalat dhuha.
B.
Pembahasan
1.
Membaca Secara Tartil, Mengartikan, Memahami
Dan Menghafal QS. Al-Hujurat: 6 Tentang Informasi
a.
QS. Al-Hujurat ayat 6
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR ÇÏÈ
b.
Arti mufradat
:*t6t^Î/ : Berita
(#þqãY¨t6tGsù : Maka periksalah dengan teliti
(#qç7ÅÁè? : Musibah
tûüÏBÏ»tR : Penyesal atas perbuatan itu
c.
Terjemahan
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
d.
Isi Kandungan QS al-Hujurat ayat 6
Turunnya ayat ini untuk mengajarkan kepada kaum muslimin agar
berhati-hati dalam menerima berita dan informasi. Sebab informasi sangat
menentukan mekanisme pengambilan keputusan, dan bahkan entitas keputusan itu
sendiri. Keputusan yang salah akan menyebabkan semua pihak merasa menyesal.
Pihak pembuat keputusan merasa menyesal karena keputusannya itu menyebabkan
dirinya mendhalimi orang lain. Pihak yang menjadi korban pun tak kalah
sengsaranya mendapatkan perlakuan yang dhalim. Maka jika ada informasi yang
berasal dari seseorang yang integritas kepribadiannya diragukan harus diperiksa
terlebih dahulu.
Perintah memeriksa ini diungkapkan oleh
al-Qur’an dalam kata ( فَتَبَيَّنُوا ). Makna kata tersebut
akan semakin mantap kita fahami dengan memperhatikan bacaan al-Kisa’i dan
Hamzah, yang membaca kata tersebut dengan ( فَتَثَبَّتُوْا ). Kedua kata tersebut
memiliki makna yang mirip. Asy-Syaukani di dalam Fath al-Qadir menjelaskan, tabayyun
maknanya adalah memeriksa dengan teliti, sedangkan tatsabbut artinya tidak
terburu-buru mengambil kesimpulan seraya melihat berita dan realitas yang ada
sehingga jelas apa yang sesungguhnya terjadi. Atau dalam bahasa lain, berita
itu harus dikonfirmasi, sehingga merasa yakin akan kebenaran informasi tersebut
untuk dijadikan sebuah fakta.
Informasi yang perlu dikonfirmasikan
adalah berita penting, yang berpengaruh secara signifikan terhadap nasib
seseorang, yang dibawa oleh orang fasik ( فَاسِقٌ ). Tentang arti fasik,
para ulama’ menjelaskan mereka adalah orang yang berbuat dosa besar. Sedang
dosa besar itu sendiri adalah dosa yang ada hukuman di dunia, atau ada ancaman
siksa di akhirat. Berdusta termasuk dalam salah satu dosa besar, berdasarkan sabda
Rasulullah saw;
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ
قَالَ قَوْلُ الزُّورِ أَوْ قَالَ شَهَادَةُ الزُّورِ
“Maukah kalian aku
beritahukan tentang dosa besar yang paling besar, lalu beliau menjelaskan,
kata-kata dusta atau kesaksian dusta” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Sebenarnya persoalan dusta sebagai dosa
besar atau dosa kecil tergantung pada masalah yang diberitakan secara dusta.
Jika materi informasi tersebut menyangkut persoalan penting yang berimplikasi
besar, maka berdusta bisa masuk kategori dosa besar. Tetapi jika persoalan
yang disampaikan secara dusta itu persoalan sepele, dan tidak berimplikasi
apa-apa, bisa masuk dosa kecil. Meskipun
begitu, kebiasaan dusta itu sendiri adalah kebiasaan yang sangat tidak baik,
sehingga di dalam bai’at Aqabah Rasulullah saw memasukkan unsur ‘tidak
berdusta’ ke dalam salah satu point bai’at. Terlepas dari dosa besar atau dosa
kecil, orang yang biasa berdusta menunjukkan bahwa kepribadiannya meragukan,
sehingga kata-katanya tidak bisa dipercaya.
Dan mengenai berita yang perlu
dikonfirmasi adalah berita penting, ditunjukkan dengan dibunakannya kata naba’
( نَبَأ ) untuk menyebut berita, bukan kata khabar.
M. Quraish Shihab dalam bukunya Secercah Cahaya Ilahi halaman 262 membedakan
makna dua kata itu. “Kata naba’ menunjukkan berita penting, sedangkan khabar
menunjukkan berita secara umum. Al-Qur’an memberi petunjuk bahwa berita yang
perlu diperhatikan dan diselidiki adalah berita yang sifatnya penting. Adapun
isu-isu ringan, omong kosong, dan berita yang tidak bermanfaat tidak perlu
diselidiki, bahkan tidak perlu didengarkan karena hanya akan menyita waktu dan
energi.”
Dalam soal mentabayyun berita yang berasal
dari orang yang berkarakter meragukan ini ada teladan yang indah dari ahli
hadis. Mereka telah mentradisikan tabayyun ini di dalam meriwayatkan hadis.
Mereka menolak setiap hadis yang berasal dari pribadi yang tidak dikenal
identitasnya (majhul hal), atau pribadi yang diragukan intgritasnya (dla’if).
Sebaliknya, mereka mengharuskan penerimaan berita itu jika berasal dari seorang
yang berkepribadian kuat (tsiqah). Untuk itulah kadang-kadang mereka harus
melakukan perjalanan berhari-hari untuk mengecek apakah sebuah hadis yang
diterimanya itu benar-benar berasal dari sumber yang valid atau tidak.
Tetapi sayang, tradisi ini kurang
diperhatikan oleh kaum muslimin saat ini. Pada umumnya orang begitu mudah
percaya kepada berita di koran, majalah atau media massa. Mudah pula percaya
kepada berita yang bersumber dari orang kafir, padahal kekufuran itu adalah puncak
kefasikan. Sehingga dalam pandangan ahlul hadis, orang kafir sama sekali tidak
bisa dipercaya periwayatannya.
Sebagai misal, ketika mereka menuduh
seseorang atau kelompok sebagai teroris, maka serta merta semua orang seperti
koor mengikuti berita itu secara taken of granted. Akibat dari informasi
tersebut, sebagian umat Islam menjadi terpojok dan terkucil, dan bisa jadi
terdhalimi. Sementara orang-orang kafir mendapatkan dukungan sehingga berada di
atas angin Dalam persoalan seperti ini seharusnya orang Islam berhati-hati,
jika tidak mengetahui informasi secara persis maka harus bersikap tawaqquf
(diam) Jangan mudah memberikan respon, pendapat, analisa atau sikap terhadap
orang lain jika informasi yang diperolehnya belum valid. Sebab jika tidak, ia
akan terjerumus pada sikap mengikuti isyu, dan akhirnya menetapkan sebuah
keputusan tanpa fakta. Padahal Allah telah berfirman;
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ
مَسْئُولًا
”Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungjawaban”. (al-Isra’:36)
Teladan untuk bertawaqquf terhadap berita
yang tidak jelas ini pernah diberikan oleh Rasulullah saw dan para shahabat ra
ketika terjadi berita dusta mengenai diri Aisyah. Orang-orang munafik sengaja
menyudutkan Aisyah, yang tertinggal di tengah padang pasir sekembali dari
perang bani Mushthaliq. Mereka menuduhnya telah melakukan selingkuh dengan
orang lain. Para shahabat yang telah teruji keimanannya ketika ditanya tidak
ada yang mau memberikan komentar, hingga akhirnya Allah swt menjelaskan
persoalan itu yang sebenarnya. Dan dengan berhati-hatinya terhadap berita ini
menjadikan kaum mukminin terhindar dari penyesalan, karena menfitnah orang,
apalagi dia Ummul Mukminin. Allahu a’lam bish-shawab
2.
Membaca
Secara Tartil, Mengartikan Dan Memahami Isi Kandungan QS-Dhuhaa Ayat 1-11 Tentang
Shalat
a.
QS.
Adh-Dhuhaa ayat 1-11
4ÓyÕÒ9$#ur ÇÊÈ
È@ø©9$#ur #sÎ) 4ÓyÖy ÇËÈ
$tB y7tã¨ur y7/u $tBur 4n?s% ÇÌÈ
äotÅzEzs9ur ×öy{ y7©9 z`ÏB 4n<rW{$# ÇÍÈ
t$öq|¡s9ur yÏÜ÷èã y7/u #ÓyÌ÷tIsù ÇÎÈ öNs9r& x8ôÉgs $VJÏKt 3ur$t«sù ÇÏÈ x8yy`urur ~w!$|Ê 3yygsù ÇÐÈ
x8yy`urur Wxͬ!%tæ 4Óo_øîr'sù ÇÑÈ
$¨Br'sù zOÏKuø9$# xsù öygø)s? ÇÒÈ
$¨Br&ur @ͬ!$¡¡9$# xsù öpk÷]s? ÇÊÉÈ
$¨Br&ur ÏpyJ÷èÏZÎ/ y7În/u ô^ÏdyÛsù ÇÊÊÈ
b.
Arti mufradat
ÓyÕÒ9$#ur : Demi waktu matahari sepenggalahan naik
ÓyÖy : Sunyi (gelap)
y7tã¨u : Meninggalkanmu
4n?s% :
Benci
#ÓyÌ÷tIsù : Merasa puas
ur$t«sù :
Melindungi
W 4Óo_øîr'sù xͬ!%tæ : Memberi kecukupan
c.
Terjemahan
1. demi waktu
matahari sepenggalahan naik,
2. dan demi malam apabila telah sunyi
(gelap),
3. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada
(pula) benci kepadamu[1581].
4. dan Sesungguhnya hari kemudian itu lebih
baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)[1582].
5. dan kelak Tuhanmu pasti memberikan
karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas.
6. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang
yatim, lalu Dia melindungimu?
7. dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
bingung[1583], lalu Dia memberikan petunjuk.
8. dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
9. sebab itu, terhadap anak yatim janganlah
kamu Berlaku sewenang-wenang.
10. dan terhadap orang yang minta-minta,
janganlah kamu menghardiknya.
11. dan terhadap
nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan.
d.
Isi
Kandungan QS. Ad-Dhuhaa ayat 1-11
Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah
sunyi (gelap)
Dalam riwayat dikemukakan bahwa
Jibril untuk beberapa lama tidak datang pada Nabi SAW. Berkatalah kaum musyrikin: "Muhammad telah
ditinggalkan." Maka turunlah ayat ini (S.93:1-3) yang membantah
ucapan-ucapan mereka. (Diriwatkan oleh Sa'id bin Mansyur dan Al-Faryabi yang
bersumber dari Jundub.)
Ulama tafsir mengatakan bahwa di dalam kedua sumpah
tersebut terdapat isyarat waktu turunnya wahyu dan waktu berhentinya. Harus ada
masa istirahat, karena wahyu selalu disertai kepayahan. Tidak ada tempat untuk
meninggalkan atau membenci. Kenyataannya akhir itu lebih baik dari permulaan.
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci
kepadamu
Maksudnya: ketika turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad
s.a.w. terhenti untuk sementara waktu, orang-orang musyrik berkata: "Tuhannya
(Muhammad) telah meninggalkannya dan benci kepadanya." Maka turunlah ayat ini untuk membantah perkataan
orang-orang musyrik itu
Para ulama dalam menjelaskan makna ayat ini mengajak
siapapun yang menduga Nabi Muhammad SAW telah ditinggalkan Tuhannya, untuk
memperhatikan keadaan matahari yang disusul oleh kehadiran malam, serta malam
yang disusul dengan kedatangan siang. Kehadiran malam tidak berarti matahari tidak
akan terbit lagi. Demikian pula sebaliknya. Nah, jika demikian, ketidak hadiran
wahyu beberapa saat, tidak dapat dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa ia
tidak akan lagi hadir atau Nabi Muhammad SAW telah ditinggalkan Tuhannya.
Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu
daripada yang sekarang (permulaan)
Maksudnya ialah bahwa akhir perjuangan Nabi Muhammad
s.a.w. itu akan menjumpai kemenangan-kemenangan, sedang permulaannya penuh
dengan kesulitan-kesulitan. Ada pula sebagian ahli tafsir yang mengartikan akhirat
dengan kehidupan akhirat beserta segala kesenangannya dan ula
dengan arti kehidupan dunia.
Setelah Allah menegaskan bahwa Allah tidak akan
meninggalkan Nabi Muhammad SAW ayat diatas melanjutkan penyampaian berita
gembira kepada beliau bahwa: Dan Aku bersumpah bahwa sungguh akhirat yakni
masa yang akan datang lebih baik bagimu wahai Nabi Muhammad SAW.
Ayat diatas tidak menjelaskan karunia apa yang
dianugrahkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagian ulama menetapkan jenis
atau bentuk anugrah itu. Ada yang berkata bahwa anugrah tersebut adalah seribu
istana surga, yang dibangan dari mutiara. Ada juga yang menafsiri dengan
kemenangan-kemenangan Rasulululah SAW dan khalifah-khalifah beliau dalam
peperangan. Ada juga yang menyatakan behwa anugrah tersebut adalah ampunan
Allah kepada beliau yang berdosa dan yang lainnya.
Dan kelak Tuhanmu pasti
memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu
Dia melindungimu?
Keyatiman yang biasanya dapat menjadi faktor negatife
bagi perkembangan jiwa dan kepribadian seseorang, sedikitpun tidak memberi
dampak negatife kepada Nabi Muhammad. Menurut para pakar, biasanya yang
membentuk kepribadian seseorang adalah ibu, ayah, sekolah, bacaan dan lingkungannya.
Dalam kehidupan Rasulullah tidak satupun di antara keempat faktor di atas yang
mempengaruhi atau menyentuh kepribadian beliau. Beliau sudah tidak punya ayah.
Sejak kecil sudah diasuh Halimah Sa’diyyah lalu kakek dan pamannya. Beliau juga
tidak bisa membaca apalgi belajar di sekolah. Tapi beliau mendapatkan
perlindungan sekaligus bimbingan langsung dari Allah.
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu
Dia memberikan petunjuk
Yang dimaksud dengan bingung di sini ialah
kebingungan untuk mendapatkan kebenaran yang tidak bisa dicapai oleh akal, lalu
Allah menurunkan wahyu kepada Muhammad s.a.w. sebagai jalan untuk memimpin
ummat menuju keselamatan dunia dan akhirat.
Kata w!$|Ê berasal
dari kata dhalla yadhillu artinya kehilangan jalan atau bingung tidak
mengetahui arah. Makna ini berkembang sehingga artinya binasa atau terkubur.
Kemudian Rasulullah SAW mendapatkan hidayah dan risalah agama. Maka dengan
hidayah agama tersebut beliua bukan saja mendapatkan jalan terang untuk dirinya
melainkan juga memberi jalan terang bagi umat manusia.
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan,
lalu Dia memberikan kecukupan
Kata xͬ!%tæ berasal dari kata ‘ilah yang artinya kemiskinan
atau kebutuhan yang dapat juga diartikan keluarga, karena anak dan keluarga
menjadi beban bagi seseorang yang dapat mengantarkan seseorang pada kebodohan
dan kemiskinan. Kata ‘Ailan dapat diartikan sebagai seseorang yang
butuh, apapun penyebabnya.
Kata Óo_øîr' berasal
dari kata ghina yang biasanya diartikan dengan kekayaan. Sebagian
ulama menyatakan bahwa kekayaan yang dimaksud pada ayat di atas adalah kekayaan
materi. Menurut mereka, Nabi telah diberi kekayaan materi (harta benda) untuk
hidup Nabi pada masa kecil melalui Abu Thalib, kemudian ketika dewasa melalui
isterinya, Khodijah lalu setelah Khadijah wafat melalui sahabat beliau Abu
Bakar. Setelah hijrah, Rasul SAW memperoleh kekayaan material melalui kebaikan
penduduk Madinah disusul dengan harta rampasan perang.
Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku
sewenang-wenang
Kata öygø)s? berasal dari kata qoharo yang artinya
menjinakkan dan menundukkan untuk mencapai tujuannya atau mencegah lawan
mencapai tujuannya. Manusia yang merasa memiliki kemampuan demikian sering kali
berlaku sewenang-wenang. Kebiasaan masyarakat kota Mekah saat itu memang mereka
tidak mau memberikan pelayanan terbaik pada anak-anak yatim. Mereka tidak ramah
kepada anak-anak yang kehilangan perlindungannya.
Tuntunan ayat ini
menyatakan bahwa yang pertama dan yang paling utama dituntut terhadap anak-anak
yatim adalah bersikap baik dan menjaga perasaan mereka. Menyakiti perasaaan
anak kecil dapat menimbulkan komplek kejiwaan yang terbawa hingga dewasa,
dampaknya jauh lebih buruk dari pada kekurangan material.
Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu
menghardiknya
Kata Assail
berasal dari kata saala yang artinya meminta. At-Thobari mengartikan
kata sail adalah seseorang yang membutuhkan sesuatu baik berupa
informasi tenaga atau materi. Kata tanhar hanya ditemukan dua kali dalam
Al Qur’an yang mengandung arti larangan membentak ibu bapak. Tanhar
dalam kalimat ini dapat diartikan penyampaian atau pemberian secara kasar atau
buruk dengan kata menghardik atau memperlakukan secara kasar. [1]
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu
siarkan
Tahadduts bin ni’mah merupakan istilah yang sudah lazim dipakai untuk
menggambarkan kebahagiaan seseorang atas kenikmatan yang diraihnya. Atas
anugerah itu ia perlu menceritakan atau menyebut-nyebut dan memberitahukannya
kepada orang lain sebagai implementasi rasa syukur yang mendalam. Perintah untuk
menceritakan dan menyebut-nyebut kenikmatan pada ayat di atas, pertama kali
memang ditujukan khusus untuk Rasulullah saw. Namun, perintah dalam ayat ini
tetap berlaku umum berdasarkan kaedah “amrun lir Rasul Amrun li Ummatihi”
(perintah yang ditujukan kepada Rasulullah, juga perintah yang berlaku untuk
umatnya secara prioritas).
Para ulama tafsir
sepakat bahwa pembicaraan ayat ini dalam konteks mensyukuri nikmat yang lebih
tinggi dalam bentuk sikap dan implementasinya. Memahami tahadduts bin ni’mah
dalam arti mensyukuri segala nikmat yang dianugerahkan oleh Allah dan
menyiarkannya. Lebih luas lagi Abu Su’ud menyebutkan, tahadduts bin ni’mah
berarti mensyukuri nikmat, menyebarkannya, menampakkan nikmat, dan
memberitahukannya kepada orang lain.[2]
Ibnul Qayyim
mengemukakan korelasi makna antara memuji dan menyebut nikmat. Menurut beliau,
memuji pemberi nikmat bisa dibagikan dalam dua bentuk: memuji secara umum dan
memuji secara khusus. Memuji secara umum adalah dengan memuji sang pemberi
nikmat sebagai yang dermawan, baik dan luas pemberiannya. Sedangkan memuji yang
bersifat khusus adalah dengan memberitahukan dan menceritakan kenikmatan
tersebut. Sehingga tahadduts bin ni’mat merupakan bentuk tertinggi dari
memuji Allah Zat Pemberi nikmat.[3]
e.
Tentang
shalat dhuha
Salah satu sholat sunnah yg dicontohkan
Rasululloh SAW adalah sholat sunnah Dhuha. Bahkan beliau menjadikan sholat dhuha ini sebagai salah satu wasiat beliau, sebagaimana
hadits berikut:
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan: ” Kekasihku, Rasulullah SAW berwasiat kepadaku mengenai tiga hal :
1) agar aku berpuasa sebanyak tiga hari pada setiap bulan,
2) melakukan sholat dhuha dua raka’at dan
3) melakukan sholat witir sebelum tidur.” ( H.R. Bukhari & Muslim ).
3) melakukan sholat witir sebelum tidur.” ( H.R. Bukhari & Muslim ).
Dalam hadits lain Rasululloh SAW,“Di dalam surga terdapat
pintu yang bernama bab ad-dhuha ( pintu dhuha ) dan pada hari kiamat nanti ada
orang yang memanggil,” Dimana orang yang senantiasa mengerjakan sholat dhuha ? Ini pintu kamu, masuklah dengan kasih sayang
Allah.” ( H.R. at-Tabrani).
Salah satu surat yang dianjurkan membacanya
ketika shalat adh-dhuha adalah QS. Adh-Dhuha ayat
1-11 hal ini karena isi kandungan surat tersebut sesuai dengan sholat sunnah dhuha
. Di samping itu, isi dari surat adh-dhuha tersebut Alloh SWT akan memberi kecukupan kepada
hamba2-Nya. Selain itu, surat tersebut juga mengingatkan kita agar tidak
sewenang-wenang terhadap anak yatim, juga tidak menghardik orang yang
meminta-minta kepada kita. Justru pada surat ini, ALLOH SWT menyuruh kita agar
berbagi rejeki yg telah diberikan-Nya, kepada orang lain yang membutuhkan.
Shalat dhuha memiliki rahasia yang menakjubkan
dengan bertaburkan keutamaan. Seandainya orang-orang yang melupakannya itu
mengetahui keutamaannya, pastilah mereka tidak akan pernah melewatkan untuk
shalat dhuha.
Di antara keutamaannya itu adalah, pertama, dibangunkan istana dari emas. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa shalat dhuha 12 rakaat, maka Allah SWT akan membangunkan baginya istana dari emas di surga." (HR Ibnu Majah).
Ketiga, diampuni dosa-dosanya. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang menjaga shalat dhuha, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan." (HR Ibnu Majah).
Keempat, dicukupi kebutuhan hidupnya. Dalam hadis Qudsi, Allah SWT berfirman, "Wahai anak Adam, rukuklah (shalatlah) karena Aku pada awal siang (shalat dhuha) empat rakaat, maka Aku akan mencukupi (kebutuhan)-mu sampai sore hari." (HR Tirmidzi).
Kelima, mendapat pahala setara ibadah haji dan umrah. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang shalat Subuh berjamaah kemudian duduk berzikir untuk Allah sampai matahari terbit kemudian (dilanjutkan dengan) mengerjakan shalat dhuha dua rakaat, maka baginya seperti pahala haji dan umrah, sepenuhnya, sepenuhnya, sepenuhnya." (HR Tirmidzi).
Keenam, masuk surga melalui pintu dhuha. Sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya di surga kelak terdapat pintu yang bernama adh-Dhuha, dan pada hari kiamat nanti akan terdengar panggilan, di manakah orang-orang yang melanggengkan shalat dhuha, ini adalah pintu kalian masuklah kalian dengan rahmat Allah SWT." (HR Thabrani).
Di antara keutamaannya itu adalah, pertama, dibangunkan istana dari emas. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa shalat dhuha 12 rakaat, maka Allah SWT akan membangunkan baginya istana dari emas di surga." (HR Ibnu Majah).
Ketiga, diampuni dosa-dosanya. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang menjaga shalat dhuha, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan." (HR Ibnu Majah).
Keempat, dicukupi kebutuhan hidupnya. Dalam hadis Qudsi, Allah SWT berfirman, "Wahai anak Adam, rukuklah (shalatlah) karena Aku pada awal siang (shalat dhuha) empat rakaat, maka Aku akan mencukupi (kebutuhan)-mu sampai sore hari." (HR Tirmidzi).
Kelima, mendapat pahala setara ibadah haji dan umrah. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang shalat Subuh berjamaah kemudian duduk berzikir untuk Allah sampai matahari terbit kemudian (dilanjutkan dengan) mengerjakan shalat dhuha dua rakaat, maka baginya seperti pahala haji dan umrah, sepenuhnya, sepenuhnya, sepenuhnya." (HR Tirmidzi).
Keenam, masuk surga melalui pintu dhuha. Sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya di surga kelak terdapat pintu yang bernama adh-Dhuha, dan pada hari kiamat nanti akan terdengar panggilan, di manakah orang-orang yang melanggengkan shalat dhuha, ini adalah pintu kalian masuklah kalian dengan rahmat Allah SWT." (HR Thabrani).
C. Penutup
1. Kesimpulan
Dari urian di atas maka dapat
pemakalah simpulkan bahwa:
a.
Dalam QS.
Al-Hujurat ayat 6 Allah mengingatkan orang-arang yang beriman agar berhati-hati
menerima berita dari orang fasik, karena berita yang disampaikannya bisa
menyebabkan kehancuran pada suatu kaum.
b.
Sedangkan
dalam QS. Adh-Dhuha ayat 1-11 mengatakan bahwa Allah SWT tidak pernah
meninggalkan Nabi Muhammad walaupun ketika malam sudah sunyi. Hal ini
menggambarkan bahwa manusia selalu berada dalam pengawasan Allah. Kemudian
shalat sunnah yang dilakukan pada waktu dhuha sangat di anjurkan oleh
Rasulullah, sehingga Rasulullah mewasiatkan kepada abu Hurairah ra agar tidak
ditinggalkan.
2.
Pesan
Dengan hadirnya
makalah ini dihadapan pembaca semoga dapat dijadikan acuan baik dalam
berdiskusi maupu menjelaskan tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan ibadah
khususnya mengenai informasi dan shalat dhuha, serta dapat memberikan motivasi
kepada pembaca untuk mengkaji lebih jauh lagi tentang isi kandungan yang
terdapat dalam QS. Al-Hujurat 6 dan QS. Adh-Dhuha ayat 1-11 tersebut. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Ghazali, Syeikh Muhammad, Tafsir Tematik Dalam
Al-Qur’an, , 2005, Jakarta: Gaya Media Pratama
Ibnul Qayyim, Madrijus Salikin, http://www.dakwatuna.com/2008/tahadduts-bin-nimah-ceritakan-nikmat-yang-anda-dapat/.
Al-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf, http://www.dakwatuna.com/2008/tahadduts-bin-nimah-ceritakan-nikmat-yang-anda-dapat/.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar